Mini Riset Kewarganegaraan Unimed - FIS UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MINI RISET
Laporan Penelitian
Hubungan Antara Perkembangan
Moral Dengan Perilaku Prososial
Pada Remaja
Di Ajukan Sebagai Tugas Mata
Kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen : Prayetno, S.IP, M.Si
Oleh :
Kelompok 3
1.
Nisa Putri Utama Sirait (3153131023)
2.
Sarah Triana (3151131043)
3.
Vicky Ghaneza (3153131003)
4.
Siti Nurhaliza Putri (3153131007)
Program Studi Pendidikan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Medan
Medan
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji atas segala nikmat yang telah diberikan tuhan kepada kita
semua termasuk terselesaikannya Penelitian ini. Penelitian ini mengambil judul
Hubungan Antara Perkembangan Moral Dengan Perilaku Prososial Pada Remaja, sebagai amanat yang
diberikan kepada kami didalam memenuhi tugas Pendidikan Kewarganegaran.
Sebuah penghargaan bagi kami atas diberikannya tugas ini, karena dengan
begitu kita dapat mengkaji tentang Hubungan Antara Perkembangan Moral Dengan
Perilaku Prososial Pada Remaja, yang pasti akan bermanfaat menambah ilmu dan
pengetahuan kita semua.
Dalam kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan
terimah kasih yang tak terhingga kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaran yang telah membimbing kami. Begitu pun kami menyadari bahwa
laporan penelitian ini jauh dari sempurna, untuk sumbang saran maupun masukan
sangat kami harapkan.
Atas segala kekurangan tersebut, kami mohon dibukakan
pintu maaf seluas-luasnya. Demikian dari kami, semoga segala tujuan baik dengan
hadirnya laporan penelitian ini dapat tercapai.
Amin.
Medan, 12 Mei 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bangsa Indonesia sendiri adalah bangsa dengan budaya luhur yang
menjunjung tinggi nilai gotong royong, kerjasama. Hal ini sudah ditanamkan dari
orang tua dari jaman dahulu kepada setiap penerusnya. Namun pada kenyataannya
semakin hari teknologi dan informasi yang semakin modern membawa perubahan yang
besar kepada cara berikir dan berperilaku individu. Remaja Indonesia sebagai
penerus budaya bangsa kini telah mengalami pergeseran budaya. Remaja dituntut
untuk menghadapi laju ilmu teknologi, pertukaran teknologi yang pesat.
Komunikasi yang tidak hanya dapat dilakukan secara langsung, menyebabkan
kaburnya batas-batas antar negara dan memunculkan asimilasi antar budaya dan
moderniasi budaya pun terjadi. Sullivan (Nawai & Lubis, 2007) berpendapat
bahwa dalam bangsa yang semakin modern individu cenderung mementingkan dirinya
sendiri. Hal tersebut terjadi pada generasi remaja di Indonesia, di dalam kehidupan
bermasyarakat remaja kini cenderung menjadi sosok yang individualis.
Remaja sendiri adalah masa yang paling menonjol dari semua karakteristik
perkembangan, hal ini dikarenakan masa ini adalah suatu periode transisi dalam
rentang kehidupan manusia yang menjembatani masa kanak-kanak dengan dewasa.
Fase remaja sering disebut-sebut sebagai fase mencari jati diri, karena remaja
sebetulnya tidak memiliki tempat yang jelas, remaja berada diantara anak-anak
dan dewasa (Ali Muhammad, 2014). Remaja yang mengalami proses pencarian jati
diri, mereka membangun relasi dan mencari tahu cara kerja suatu hal (Santrock,
2011). Sehinga sebagai remaja, individu harusnya memerlukan kemampuan
bersosialisi yang baik khususnya pada remaja Indonesia yang menjunjung tinggi nilai
gotong royong. Wentzel, 1997 (Santrock, 2011) menuliskan beberapa strategi
untuk membangun hubungan yang baik dengan lingkungan, hubungan yang baik tidak
muncul dari perilaku individualis melainkan muncul dengan membangun perilaku
prososial, jujur dan dapat dipercaya, murah hati, mau berbagi, bekerja sama,
dan mudah menolong.
Perilaku prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam
kontak sosial. Watson (1998:272) mendefinisikan perilaku prososial sebagai
suatu tindakan yang memiliki konsekuensi positif bagi orang, tindakan menolong
sepenuhnya yang dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu
untuk dirinya. Tindakan prososial menuntut pengorbanan tinggi dari si pelaku
dan bersifat sukarela atau lebih ditunjukkan untuk menguntungkan orang lain
daripada untuk mendapatkan imbalan materi. Perilaku prososial juga sangat
penting untuk membangun persahabatan pada remaja yang cenderung menghabiskan
waktu dengan lingkungan dan teman sebayanya, karena pada masa remaja hubungan persahabatan
sangatlah penting dalam pemenuhan kebutuhan sosial (Santrock, 2011).
Namun fakta dilapangan menunjukkan perilaku prososial pada remajan
Indonesia justru mengalami penurunan dari tahun ketahun. Menurut penelitian
Hamidah (Savitri, 2014) melakukan penelitian mengenai perilaku prososial di
tujuh daerah di kota Jawa Timur, menunjukkan adanya indikasi penurunan
kepedulian sosial dan kepekaan terhadap orang lain, hal ini banyak terjadi pada
remaja yang nampak lebih mementingkan diri sendiri dan keberhasilannya tanpa
mempertimbangkan keadaan orang lain di sekitarnya. Penelitian Savitri (2014)
juga menunjukkan bahwa remaja kota yang lebih modern cenderung rendah perilaku
prososialnya di bandingkan dengan remaja di desa. Remaja desa memiliki nilai
yang lebih tinggi di semua aspek perilaku prososial yaitu : simpati, kerjasama,
berderma, menolong, altruisme. Dan pada kenyataannya remaja kota kini menjadi
individu yang lebih individualis.
Penelitian Hasanah Nur dan Kumalasari (2015) mengenai
penggunaan handphone dan hubungan teman pada perilaku prososial siswa SMP
Muhammadiyah Luwuk, menjelaskan bahwa banyak siswa kini yang tidak takut lagi
melakukan pelanggaran disekolah, selain itu beberapa orang dari subjek yang
memiliki smartphone mengakui bahwa mereka lebih memilih asik berkomunikasi
dengan teman dunia mayanya dan sibuk dengan gadget daripada berkomunikasi
secara langsung dengan teman yang ada di saat itu. Dengan keadaan yang demikian
komunikasi antar muka subjek menjadi menurun, dan lebih mementingkan diri sendiri.
Jadi tidaklah heran ketika sekarang nilai-nilai kesetiakawanan, pengabdian, dan
tolong menolong mengalami penurunan yang berdampak pada perwujudan kepentingan
diri sendiri atau egois dan rasa individualis. Individu akan mempertimbangkan
keuntungan dan kerugian dalam setiap tindakan menolong orang lain, banyaknya
pertimbangan mengenai diri sendiri justru membuat individu enggan menolong.
Perwitasari (2010) melakukan penelitian mengenai prososial pada remaja, hasil
penelitian menyimpulkan bahwa remaja mengalami penurunan kepedulian sosial dan
kepekaan terhadap orang lain dan lingkungan. Remaja lebih mementingkan diri
sendiri dan keberhasilannya tanpa banyak mempertimbangkan keadaan orang lain di
sekitarnya.
Salah satu bukti penurunan kepedulian sosial remaja dilansir oleh Hardoko
E (2015), kasus bullying SMP negeri
di kota Binjai, seorang siswi mengunggah sebuah video kekerasan yang dilakukannya kepada teman sekolahnya.
Di dalam video yang berdurasi 5 menit 46 detik tersebut terlihat bagaimana
siswi tersebut tengah memukul, menendang dan menampar sambil mengucapkan
kata-kata kasar untuk si korban. Dalam video tersebut juga terlihat teman
sekolahnya yang lewat tapi justru bersikap acuh tak acuh pada kejadian tersebut.
Selain itu berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Cahyaningro (2015) di
SMK Taman Sukoharjo, dari 30 siswa hampir sebagian siswa menunjukkan adanya
gejala penurunan perilaku prososial. Berdasarkan data catatak BK Taman Siswa
Sukoharjo, dari tahun ketahun catatan perilaku antisosial siswa terus
meningkat, 2011 tercatat 25% siswa berperilaku antisosial, 2012 naik menjadi
30% siswa yang berperilaku antisosial, hingga yang terakhir 2013 terdapat
sekitar 34% siswa yang berperilaku antisosial.
Perilaku prososial sendiri umumnya didapat dari hasil belajar. Remaja
mempelajari tingkah laku dan norma dari orang dewasa lainnya. Perilaku
prososial yang baik yaitu tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa
harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan
tersebut, dan bahkan terkadang melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolong
(Baron dan Byrne, 2005). Secara umum perilaku prososial dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu faktor situasional yang meliputi karakteristik dari individu yang
membutuhkan pertolongan, tekanan waktu, sedangkan faktor personal meliputi
emosi, perasaan, empati, trait-trait
kepribadian, mood dan juga
norma-norma yang berlaku ( Myers, 2010). Mussen( 1980 ) menyatakan bahwa 37 %
persen pengaruh perilaku prososial berasal dari norma kepercayaan. Jadi penghayatan seseorang mengenai
norma kepercayaan yang ada di lingkungannya akan menentukan bagaimana perilaku
prososialnya.
Menurut Eisenberg dan Mussen (1989) perkembangan moral mempengaruhi
kecenderungan hati seseorang untuk bertindak secara prososial. Saat memasuki
masa remaja, individu diharapkan dapat mengganti konsep moral yang berlaku
dimasa kanak-kanak dengan perinsip moral yang berlaku umum dan merumuskan
kode-kode moral yang berfungsi bagi pedoman perilakunya. Remaja harus dapat
mengendalikan perilakunya sendiri, yang sebelumnya menjadi tanggung jawab orang
tua dan guru. Kohlberg (Berk, 2013) memngemukakan bahwa pemikir moral yang
sudah matang menyadari bahwa bersikap menurut keyakinan mereka adalah sangat
penting untuk memelihara tatanan dunia sosial yang adil. Senada dengan gagasan
ini diharapkan remaja di tahap yang lebih tinggi dapat mempertimbangkan semua
kemungkinan untuk menyelesaikan masalah juga mempertanggung jawabkannya dalam
berbagai sudut pandang. Remaja diharapkan dapat melakukan tindakan prososial
dengan membantu, berbagi, dan membela ketidakadilan (Carlo, dkk dalam Berk,
2013).
Perkembangan moral didefinisikan sebagai penalaran terhadap nilai,
penilaian sosial dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu
dalam melakukan sebuah tindakan (Kohlbeg, 1995). Kohlberg (1995) membagi
tingkat perkembangan moral menjadi tiga, yaitu pra-konvensional, konvensioal
dan pasca-konvensional. Tahap pra-konvensioal menunjukan bahwa norma, aturan
atau harapan dari masyarakat belum di pahami sebenarnya oleh idividu. Tingkat
konvensioanal berarti individu sudah mampu memahami norma dan aturan sesuai
dengan harapan masyarakat, guru, orangtua, tokoh masyarakat, dll. Pasca
konvensional berarti individu dapat memahami norma, aturan, serta harapan
masyarakat berdasar prinsip moral yang mendasarinya dan sudah mampu membuat
keputusan moral dengan mengutamakan prinsip moral yang dianutnya. Dalam
praktiknya perkembangan moral dapat dijadikan prediktor terhadap dilakukannya
tindakan tertentu pada situasi yang melibatkan moral (Kohlberg, 1995). Jadi
perkembangan moral bukan hanya sebatas prinsip baik atau buruk tetapi juga
upaya seseorang berpikir dan menimbang hingga sampai pada pengambilan keputusan
untuk suatu tindakan.
Penghayatan norma kepercayaan dapat mendorong seseorang untuk berlaku
adil dan mewujudkan keseimbangan didalam hidup. Sedangkan untuk memahami dan
menghayati norma kepercayaan seseorang harus memiliki perkembangan moral yang
baik. Sehingga bila disimpulkan bisa jadi salah satu faktor penyebab penurunan
perilaku prososial pada remaja kini adalah adanya dekadensi moral. Sesuai
dengan pendapat Desmita (2009), bahwa perkembangan moral sangat penting bagi
remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan
hubungan personal yang harmonis, dan menghindari konflik peran yang selalu
terjadi dalam masa transisi. Sarwono (2012), menjelaskan bahwa moral dan
religiusitas bisa mengendalikan tingkah laku anak yang beranjak dewasa agar
tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau
pandangan masyarakat. Penelitian tentang perkembangan moral pun sudah pernah
dilakukan sebelumnya dan hasilnya menunjukkan perkembangan moral memiliki
hubungan yang positif dengan perilaku prososial.
Dari pokok permasalahan yang sudah dipaparkan peneliti tertarik untuk mencari tau apakah ada hubungan yang signifikan antara perilaku prososial pada remaja dengan tingkat perkembangan perkembangan moralnya. Dimana hubungan yang dimaksut oleh peneliti adalah hubunganh positif yaitu semakin tinggi tingkat perkembangan moral maka semakin tinggi pula perilaku prososial pada remaja. Sedangkan sebaliknya ketika tingkat perkembangan moral semakin rendah makan perilaku prososial juga rendah. Dalam penelitian ini peneliti mengambil subjek dengan rentang usia yang lebih besar dari peneliti sebelumnya sehingga data yang didapatkan akan lebih bervariasi Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, juga memberikan manfaat teoritis tentang hubungan perkembangan moral dengan perilaku prososial yang dapat digunakan untuk pertimbangan penelitian selanjutnya.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada
penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana hubungan antara
perkembangan moral dengan perilaku prososial pada remaja ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui hubungan antara perkembangan moral dengan
perilaku prososial pada remaja.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
1. Perilaku Prososial
Staub (Baron &Byrne, 1994), Perilaku prososial dapat dimengerti sebagai perilaku yang menguntungkan penerima, tetapi tidak memiliki keuntungan yang jelas bagi pelakunya. William (Faturochman, 2006) membatasi perilaku prososial secara lebih rinci sebagai perilaku yang memiliki intens untuk mengubah keadaan fisik atau psikologis penerima bantuan kurang baik menjadi lebih baik, dalam arti secara material maupun psikologis.Perilaku prososial mencakup tindakan-tindakan : sharing (membagi) memiliki pengertian dimana individu yang memiliki kecukupan membagi kelebihannya baik materi maupun ilmu pengetahuan, Bekerja sama adalah suatu perilaku yang sengaja dilakukan sekelompok orang maupun organisasi untuk mewujudkan cita-cita bersama, helping (menolong) yaitu suatu bentuk tindakan sukarela tanpa memperdulikan untung maupun rugi, honesty (kejujuran) adalah bentuk perilaku yang ditunjukkan dengan perkataan yang sesuai dengan keadaan dan tidak menambahkan suatu kenyataan yang ada, generosity (kedermawanan) merupakan suatu perilaku dermawan yang menunjukkan rasa prikemanusiaan, serta mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain dimana hak dan kewajiban merupakan hak asasi setiap manusia. (Eisenberg &Mussen, 1989). Sears dkk. (1994), berpendapat perilaku prososial adalah tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan sendiri tanpa mengharapkan sesuatu untuk diri si penolong itu sendiri. Perilaku prososial merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari (Sears dkk., 1994 ). Bila disimpulkan perilaku sosial adah sikap mementingkan kepentingan orang lain, dan sikap menguntungkan yang dilakukan individu untuk orang lain tanpa mempertimbangkan kepentingan pribadi. Hudaniah & Dayakisni (2009) menuliskan tiga indikator perilaku prososial : 1. Tindakan itu berakhir pada dirinya dan tidak menuntut keuntungan pada pihak pelaku, 2. Tindakan itu dilahirkan secara sukarela, 3. Tindakan itu menghasilkan kebaikan.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku prososial di
dalam masyarakat, antara lain seperti yang diungkapkan oleh Sears dkk (1994) :
a) Faktor situasi yaitu meliputi kehadiran orang lain, kondisi lingkungan dan
tekanan waktu. Kehadiran seseorang kadang-kadang dapat menghambat usaha untuk
menolong semakin banyak orang semakin memungkinnya terjadinya penyebaran
tanggung jawab. b) Faktor karakteristik penolong, kepribadian setiap individu
berbeda-beda, kebutuhan tersebut akan memberi corak yang berbeda dan bisa
menjadi motivasi individu untuk memberikan bantuan. Selain kepribadian, rasa
bersalah yang merupakan perasaan gelisah yang timbul bila ketika individu
melakukan kesalahan juga dapat menjadi pendorong untuk melakukan tindakan
menolong.
Sedangkan menurut Dayakisni dan Hudaniah (2009) faktor-faktor pengaruh tindakan prososial adalah : 1) Self-again, harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari sesuatu, misalnya ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan. 2) Personal values and norms, adanya nilai-nilai dan norma sosial yang diinternalisasikan oleh individu selama mengalami sosialisasi dan sebagian nilai-nilai serta norma tersebut berkaitan dengan tindakan prososial, seperti berkewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan serta adanya norma timbale balik. 3) Empathy, kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
2. Perkembangan Moral
Suseno (Muryono, 2009) mendefinisikan moral sebagai keyakinan mengenai
apa yang baik dan apa yang buruk serta keyakinan akan norma-norma kelakuan
manusia untuk menentukan apakah suatu tindakan atau sikap itu benar atau salah.
Helden dan Richardas, 1971 (Hurlock, 1980) berpendapat bahwa moral adalah suatu
kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan.
Santrock (2011) menilai perkembangan moral sebagai perkembangan yang
berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Kohlberg (Hurlock,1980)
mengemukakan teori perkembangan moral berdasarkan teori Piaget, yaitu dengan
pendekatan arginismik (melalui
tahap-tahap perkembangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara
universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur proses berpikir yang
mendasari perilaku moral (moral behavior). Tahapan perkembangan moral
adalah ukuran dari tinggi dan rendahnya perkembangan
moral seseorang berdasarkan perkembangan moralnya seperti yang diungkapkan
lawrance Kohlberg (Hurlock, 1980). Teori ini berpandangan bahwa perkembangan
moral, yang merupakan dasar dari etis, mempunyai enam tahapan perkembangan yang
dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan dari keputusan moral seiring
penambahan usia yang semula diteliti Piaget, yang menyatakan bahwa logika dan
moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan konstruktif. Kohlberg menggunakan
cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada
bagaimana orang-orang akan menjustifikasi.
Tiga level perkembangan moral menurut Kohlberg (Hurlock, 1980) : 1.
Moralitas prakonvasional, Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan, pada tahap ini
anak-anak cenderung patuh terhadap aturan untuk menghindari sebuah hukuman
selanjutnya tahap orientasi relativis instrumental, yaitu menyesuaikan diri
(confirm) untuk mendapatkan ganjaran, kebaikannya diharapkan mendapat balasan
kebaikan juga. Level ini ditemukan pada anak-anak prasekolah, sebagian besar anak-anak
SD, sejumlah siswa SMP, dan beberapa siswa SMU dan tahap selanjutnya saling
memberi dan menerima, 2. Moralitas konvensioanal, ditemukan pada sejumlah siswa
SMP, dan banyak siswa SMU. Pada tahap ini anak memiliki orientasi manis yaitu,
menyesuaikan diri untuk menghindari ketidaksetujuan, ketidaksenangan orang
lain. Selanjutnya orientasi hukuman dan ketertiban, yaitu tahap menyesuaikan
diri untuk menghindari penilaian oleh otoritas resmi dan rasa bersalah, tahap
orientasi hukuman ini biasanya hanya muncul ketika sudah memsuki usia-usia SMU,
3.Moralitas konvensional, jarang muncul sebelum masa kuliah, pada level ini
seseorang memiliki orientasi sosial legalistic, yaitu menyesuaikan diri untuk
memelihara rasa hormat dari orang dan menjaga hubungan kesejahteraan
masyarakat. Orientasi prinsip etika universal, yaitu tahapan paling tinggi
tercapai ketika seseorang dapat menyesuaikan diri secara menyeluruh di segala
aspek kehidupan untuk menghindari hukuman atas diri sendiri
3. Hubungan Perilaku Prososial dan
Perkembangan Moral
Perilaku prososial perilaku yang mencakup tindakan : membagi, menolong,
jujur, dermawan dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain
(Eisenberg dan Mussen, 1989). Perilaku prososial besar manfaatnya untuk
menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif. Beberapa faktor eksternal dan
internal akan mempengaruhi munculnya perilaku prososial. Faktor eksternal
seperti kondisi lingkungan, kehadiran orang lain, dan desakan waktu. Sedangkan
faktor internal meliputi self esteem juga norma-norma (Eisenberg, 2006).
Berkowitz, 1972; Schwartz 1975 (Hurlock, 1980), mendefinisikan norma sebagai
tanggung jawab sosial meyakinkan individu untuk berbuat baik bagi siapapun.
Kohlberg (Hurlock,1980) menjelaskan kesadaran akan
norma berdasarkan pada pendekatan kognitif sebagai tahap perkembangan moral.
Perkembangan moral Kohlberg selalu menjelaskan bagaimana seseorang mengerti
akan tanggung jawabnya terhadap lingkungan sosialnya dan bagaimana cara pandang
tindakan yang seharusnya diambil dalam mengatasi masalah sosial yang
berhubungan dengan lingkungan dan norma-norma sosial, karena inti dari prinsip
moral sendiri adalah keadilan. Individu dituntut untuk jujur, menghargai dan
memperhatikan hak-hak pribadi tiap individu. Tahap perkembangan moral menunjukkan
cara individu untuk berfikir, termasuk konsistensi penalarannya. Tahap-tahap
perkembangan moral bersifat universal, yang artinya setiap individu akan
melalui urutan tahap yang sama namun berbeda dalam hal kecepatan dan sejauh
mana tahap dapat dicapai.
Contoh kasus, sebut saja A, ia melihat kecelakaan dijalan dan memiliki pilihan yaitu memberi pertolongan orang tersebut atau tidak memeberi pertolongan ketika perkembangan moral A berada pada tahap pasca konvensional sebagai individu yang sangat menjunjung tinggi konsep kemanusiaan A percaya bahwa perbuatan menolong itu baik dan akan merasa bersalah ketika tidak membantu karena A yakin bahwa meninggalkan orang yang kesulitan adalah hal yang tidak baik sehingga akan besar kemungkinan bagi A utuk memutuskan menolong korban kecelakaan,. Kemungkinan menolong akan menjadi berbeda tahap perkembangan A masih dalam tahap perkembangan moral pra konvensional yang orientasi perilakunya berdasarkan hukum timbal balik sosial, ketika menolong orang kecelakaan dianggapnya tidak memiliki unsur timbal balik maka kemungkinan menolongnya akan menjadi lebih kecil. Jadi, bisa diasumsikan perilaku prososial seseorang akan berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangan moralnya. Berdasarkan teori Kohlberg, ada 3 Level dengan 6 tahapan perkembangan moral : 1) Tahap 1 adalah tahap orientasi hukuman, pada tahap ini perilaku moral muncul karena rasa takut akan hukuman, 2) Tahap 2 adalah tahap orientasi hedonistis, pada tahap ini perilaku moral muncul sebagai harapan adanya timbal balik, 3) Tahap 3 adalah tahap orientasi anak manis, pada tahap ini perilaku moral muncul bergantung pada tingkatan kelekatan individu dengan lingkungannya, 4) Tahap 4, adalah orientasi hukum dan kewajiban, pada tahap ini perilaku moral muncul dalam upaya menaati hukum dan aturan sosial, 5) Tahap 5, yaitu tahap penyesuaian diri untuk memelihara kesejahteraan masyarakat, 6) Tahap 6 adalah tahap orientasi suara hati, perilaku moral muncul sebagai perinsip untuk menjunjung tinggi aspek kemanusiaan, dan rasa bertanggung jawab untuk menjaga keseimbangan seluruh aspek dalam kehidupan.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode kuantitatif karena gejala-gejala hasil penelitian berwujud data, diukur dan dikonversikan dahulu dalam bentuk angka-angka atau dikuantitatifkan dan dianalisis dengan teknik statistik. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi karena peneliti ingin mengetahui hubungan antara dua data yaitu perkembangan moral dan perilaku prososial.
3.2. Subjek Penelitian
Populasi subjek penelitian adalah individu dengan jenjang usia berkisar
15-19 tahun setingkat dengan siswa SMP kelas 3, SMA dan Mahasiswa tingkat awal,
seusai dengan teori perkembangan Santrock masa remaja dimulai dari usia 11 dan
berakhir di usia 20 tahun yang berada di kota Malang. Subjek penelitian
berjumlah 250 orang. sesuai dengan teori dari Roscoe, 1995 (Sekaran, 2006)
bahwa ukuran sample dapat dikatakan reliable dengan jumlah sampel lebih dari 30
dan kurang dari 500. Sample diambil secara insidental, artinya peneliti
mengambil data dimanapun ketika bertemu dengan subjek yang sesuai dengan
kriteria.
3.3. Variabel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel
penelitian.Variabel x adalah perkembangan moral yaitu nilai, penilaian sosial,
dan juga penilaian terhadap kewajiban yang mengikat individu dalam melakukan
suatu tindakan. Sedangkan variabel y adalah perilaku prososial yaitu, segala
bentuk perilaku yang mencakup tindakan-tindakan : sharing (membagi), helping
(menolong), honesty (kejujuran), generosity (kedermawanan), serta
mempertimbangkan hak dan kesejahteraan
oranglain (Eisenberg &Mussen, 1989)
Untuk mengukur perilaku prososial peneliti menggunakan skala prososial berdasar teori Eisenberg (faturochman, 2006) yang telah di try out oleh Novyta (2014) dengan aspek berbagi, menolong, menyumbang, kejujuran, kedermawanan, dan mempertimbangkan hak dan kesejahteraan orang lain. Adapun indeks validitas dari skala perilaku prososial sebesar 0,323-0,708 dengan reabilitas sebesar 0,855
Tabel 1. Blue Print Skala Prososial
No |
Aspek |
Favorable |
Unfavorable |
Jumlah |
1. |
Sharing (membagi) |
1,2,3 |
5,6,7 |
6 |
2. |
Helping (menolong) |
4,8,9 |
11,12,13 |
6 |
3. |
Generosity (kedermawanan) |
10,14,15 |
17,18,19 |
6 |
4. |
Cooperative (kerjasama) |
16,20,21 |
22,23,24 |
6 |
5. |
Honesty |
25,26,27 |
29,30,31 |
6 |
6. |
Mempertimbangkan hak |
dan 28,32,33 |
34,35,36 |
6 |
|
kewajiban orang
lain |
|
|
|
Total |
18 |
18 |
36 |
1) Setiap pertanyaan dalam angket dilema moral diperlakukan sebagai 1
butir aitem, 2) Tiap butir aitem akan diberi nilai antara 1 - 6 berdasarkan 6
tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg (1995: 81), Nilai 1: apabila
jawaban siswa mengandung unsur kepatuhan atau menghindari hukuman.
Akibat-akibat fisik dan tindakan menentukan baik atau buruk tindakan ini. Nilai
2 : apabila jawaban siswa mengandung unsur timbal balik, bukan masalah
kesetiaan, rasa terimakasih, atau rasa adil. Nilai 3: apabila jawaban siswa
mengandung unsurunsur agar diterima lingkungan dengan bersikap “baik” atau
“manis”. Nilai 4 : apabila jawaban siswa mengandung unsur melaksanakan
kewajiban, hormat pada otoritas, atau memelihara ketertiban sosial yang ada
demi ketertiban itu sendiri. Nilai 5 : apabila jawaban siswa mengandung unsur
kesadaran yang jelas bahwa nilai-nilai dan pendapat pribadi itu relatif, maka
perlu adanya peraturan untuk mencapai konsensus atau persetujuan bersama.
Tindakan benar cenderung dimengerti dari segi hak-hak manusia yang umum dan
disetujui masyarakat. Nilai 6 : apabila jawaban siswa mengandung unsur atau
prinsip abstrak, etis, dan universal mengenai keadilan, kesamaan hak asasi
manusia, dan penghormatan kepada martabat manusia sebagai pribadi. Tindakan
benar diartikan sesuai dengan suara hati, sesuai prinsip-prinsip etika yang
dipilih sendiri, berpedoman pada universalitas dan logis.
Tabel 2. Indeks Validitas Instrumen Setelah Try Out
Instrument |
Jumlah Item Disajikan |
Jumlah |
Item
Indeks |
|
|
|
|
Valid |
Validita |
Skala Prososial |
36 Item |
33 Item |
0,202-0,652 |
|
Skala |
Perkembangan |
5 Item |
5 Item |
0,191-0,516 |
Moral |
|
|
|
|
Berdasarkan hasil try out yang dilakukan peneliti memperoleh indeks
validitas 0,202-0,652 untuk skala prososia. Dari 36 item yang diujikan 33 item
dinyatakan valid dan 3 sisanya dinyatakan gugur. Sedangkan indeks validitas
skala perkembangan moral berkisar 0,191-0,516 tanpa item gugur.
Instrument |
Cronbach’s Alpha |
|
Skala Prososial |
0,866 |
|
Skala |
Perkembangan |
0,544 |
Moral |
|
|
Berdasarkan table diatas maka dapat disimpulkan bahwa
instrument yang dipakai dalam penelitian ini adalah reliable pada kategori
sedang. Sesuai dengan kategori koefisien dari Gulford (1956) dimana nilai Cronbach’s Alpha 0,40 – 0,60 memiliki
reliabilitas sedang.
3.4. Prosedur dan Analisa Data
Prosedur penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan
dan analisa. Pada tahap persiapan peneliti terlebih dahulu menentukan jumlah
subjek dan criteria subjek penelitian, serta menyiapkan alat ukur yang akan
digunakan dalam penelitian. Peneliti terlebih dahulu melakukan bimbingan untuk
proses adaptasi alat ukur yang akan digunakan. Setelah kedua alat ukur
disetujui oleh dosen pembimbing, try out
dilaksanaka. Setelah data terkumpul maka peneliti malakukan analisis validitas
dan reliabilitas item skala.
Setelah uji reliabilitas dan validitas dilakukan maka diketahui item yang
harus gugur dan tetap bertahan sebagai alat ukur. Pada tahap penyebaran skala,
jumlah subjek yang ditentukan untuk penelitian ini adalah 250 remaja berusia
15-19 tahun. Dalam pengambilan subjek penelitian, peneliti meminta bantuan
kepada saudara yang masih berada di bangku SMA untuk mengambil data remaja yang
perkiraan usianya 17-18 tahun. Untuk remaja setingkat SMP dan Mahasiswa
peneliti terjun langsung ke lapangan untuk pengambilan datanya. Alat ukur yang
disebarkan berupa 2 skala yang berbentuk skala likert, jadi setiap satu subjek
penelitian akan mengisi 2 skala sekaligus. Setelah data terkumpul sesuai dengan
kuota yang ditentukan, peneliti melakukan scoring dan input data dan melakukan
analisis data dengan program SPSS. Peneliti menggunakan analisa korelasi
product moment dari Pearson untuk mengetahui apakah ada hubungan antara tingkat
perkembangan moral dengan perilaku prososial.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Dari data yang diperoleh dalam penelitian ini dilakukan analisis data dengan menggunakan korelasi product momen dari Karl Pearson. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berusia 15-19 tahun.
Tabel 4. Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia
Usia |
Jumlah |
Presentase |
|
|
|
15 – 16 Tahun |
123 |
49,2 |
17 – 20 Tahun |
127 |
50.8 |
|
|
|
Total |
250 |
100 |
|
|
|
Tahap |
Jumlah |
Presentase |
|
|
|
1 |
17 |
6.8 |
2 |
35 |
14.0 |
3 |
57 |
22.8 |
4 |
89 |
35.6 |
5 |
48 |
19.2 |
6 |
4 |
1.6 |
|
|
|
Total |
250 |
100 |
|
|
|
Tahap |
|
Tingkat Pendidikan |
|
Total |
|
Mahasiswa |
SMA |
SMP |
|||
|
|
||||
1 |
0 |
8 |
9 |
17 |
|
2 |
3 |
18 |
14 |
35 |
|
3 |
12 |
27 |
18 |
57 |
|
4 |
22 |
40 |
27 |
89 |
|
5 |
13 |
12 |
23 |
48 |
|
6 |
1 |
2 |
1 |
4 |
|
Total |
51 |
107 |
92 |
250 |
4.2. Pembahasan
Dari hasil analisis data menggunakan uji korelasi product moment dari Karl Pearson dapat ditarik kesimpulan bahwa Tahap perkembangan moral seseorang memiliki hubungan dengan perilaku prososialnya. Hasil uji korelasi dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel
7. Hasil Analisis
Hubungan Tingkat Perkembangan Moral
Dengan |
Perilaku |
||||
Prososial Pada Remaja. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
r hitung |
r2 |
Sig. |
Keterangan |
Kesimpulan |
|
|
|
|
|
|
|
0,822 |
0,675 |
0,000 |
Sig. < 0,05 |
Hubungan
signifikan |
|
|
|
|
|
|
|
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
perkembangan moral memiliki nilai sig 0,000 (p 0,001) yang berarti perkembangan
moral memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial pada remaja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah hubungan perkembangan moral dengan
perilaku prososial adalah positif. Hal ini bererti ketika remaja memiliki
perkembangan moral yang tinggi maka perilaku prososialnya juga akan semakin
meningkat. Sebaliknya ketika remaja memiliki perkembangan moral yang rendah,
maka perilaku prososialnya juga akan semakin rendah. Hal yang sama dijelaskan
oleh penelitian Farid & Perwitasari (2011) bahwa perkembangan moral,
kecerdasan emosi, religiusitas dan pola asuh orang tua otoritatif memiliki
hubungan yang signifikan dengan perilaku prososial. Jadi dapat disimpulkan
bahwa benar perkembangan moral memiliki hubungan dengan perilaku prososial.
Remaja adalah masa transisi yang dipenuhi dengan
proses perubahan, dari perubahan fisik sampai perubahan psikologis. Masa remaja
dikenal sebagai masa yang amat beresiko. Sebagian remaja bisa jadi sulit menangani
begitu banyak perubahan yang terjadi dalam satu waktu dan mungkin membutuhkan
bantuan. Masa remaja adalah waktu pembentukan masa dewasa, remaja dituntut
untuk lebih produktif dan dapat menghadapi masalah besar. Masa remaja dikenal
dengan kenakalannya, seperti perkelahian, munculnya sikap antisosial dan
berkurangnya sikap prososial. Pada dasarnya sikap prososial sangatlah penting
bagi pemenuhan kebutuhan perkembangan sosial remaja, karena dengan berperilaku
prososial remaja akan dapat menjalin hubungan positif baik antar individu atau
dengan masyarakat.
Wentzel, 1997 (Santrock, 2011) menjelaskan bahwa
perilaku prososial sangat dibutuhkan oleh remaja untuk membangun hubungan yang
baik dengan lingkungan. Dalam penelitian sebelumnya dikatakan bahwa rata-rata
sikap prososial remaja setiap tahunnya mengalami perubahan. Dalam penelitian
ini tercatat dari 250 anak ada 109 anak yang memiliki skor prososial rendah,
sisanya memiliki skor prososial yang tinggi.
Ketidakmampuan seseorang untuk berperilaku prososial
akan membuat hubungan antar individu dan masyarakat menjadi negatif, seseorang
dengan perilaku prososial dengan sendirinya akan mampu beradaptasi dengan baik.
Berbeda dengan seseorang dengan perilaku anti sosial, perilaku anti sosial
berakibat pada penerimaan individu di lingkungan sosialnya. Sebenarnya ada
banyak faktor yang mendorong seseorang untuk berperilaku prososial salah
satunya adalah personal value and norms.
Yaitu internalisasi nilai-nilai serta norma dalam diri individu. Ketika
seseorang melakukan interaksi sosial maka mereka akan mempelajari nilai-nilai
dan norma sosial yang berlaku sebagai tolak ukur antara baik dan buruk.
Kemampuan penalaran individu terhadap nilai dan norma sosial tersebut dalam
ilmu psikologi digambarkan sebagai perkembangan moral.
Perkembangan moral, merupakan pemahaman mengenai benar
dan salah. Santrock (2011) menilai perkembangan moral sebagai perkembangan yang
berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang harus dilakukan oleh
manusia dalam interaksinya dengan orang lain. Menurut Kohlberg (Hurlock, 1980)
perkembangan moral menjelaskan bagaimana seseorang mengerti akan tanggung
jawabnya terhadap lingkungan sosialnya dimana seseorang dituntut untuk jujur,
saling berbagi, saling menolong, yang sejalan dengan konsep prososial. Konsep
perkembangan moral mengedepankan kemampuan kognitif untuk menilai suatu
perilaku sesuai dengan konsep moral yang berkembang dalam masyarakat. Konsep
moral yang dikembangkan oleh Kohlberg lebih menekankan pada alasan yang menjadi
dasar seseorang bisa melakukan suatu tindakan (Hurlock, 1999). Jadi, sebelum
individu memutuskan untuk berbuat sesuatu individu akan memikirkan apakah
perilaku tersebut baik dan dapat diterima oleh orang lain atau masyarakat.
Pada masa anak-anak individu melakukan penilaian benar
atau salah hanya berdasarkan tindakan yang akan mempengaruhi mereka. Artinya
seorang anak akan berperilaku baik karena mereka takut akan hukuman yang akan
diberikan kepada mereka ketika mereka berbuat buruk. Namun seiring waktu
individu akan memahami bahwa mereka mungkin perlu mempertimbangkan kebutuhan –
kebutuhan orang lain ketika menentukan mana yang benar dan mana yang salah
dalam berperilaku. Dan pada akhirnya mereka akan memahami bahwa benar dan salah
perilaku berhubungan dengan sekumpulan standart dan prinsip yang menjelaskan
hak-hak manusia, bukan hanya kebutuhan individual. Tidak hanya itu,
perkembangan moral juga sangat berkaitan denganpengembangan hati nurani,
kemampuan untuk mengadakan empati dan kemampuan diri bersalah (faktor-faktor
afektif) ikut berperan dalam perkembangan moral.
Bila dilihat dari penjelasan diatas maka sangat
mungkin bila perkembangan moral memiliki hubungan dengan munculnya perilaku
prososial. Semakin tinggi perkembangan moral individu berarti semakin individu tersebut
mengerti mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak baik atau dalam
arti lain individu dapat menginternalisasi nilai dan norma sosial dengan baik
dan semakin tinggi perkembangan moral individu maka semakin luas tolak ukur
dalam pengambilan keputusan baik dan buruk. Bila di masa anak-anak tolak ukur
penentuan baik dan buruk hanya berpatokan kepada tindakan yang mempengaruhi
mereka maka seiring dengan waktu individu akan belajar bahwa kepentingan orang
lain dan lingkungan sosial juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan.
Selain itu ketika perkembangan moral juga diiringi
dengan perkembangan kemampuan untuk mengadakan empati dan kemampuan mengadakan
rasa bersalah. Karena itu dalam diri hal ini perkembangan moral dapat mendorong
individu untuk melakukan tindakan prososial. Hal ini selaras dengan hasil
penelitian ini yaitu adanya hubungan yang positif antara perkembangan moral
dengan perilaku prososial pada remaja. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian Dewi (2014) melakukan penelitian mengenai pengaruh kegiatan
ekstrakulikuler kepramukaan terhadap perilaku prososial. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa kegiatan pramuka yang merupakan kegiatan diluar kelas dalam
rangka memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan, dan menginternalisasi
nilai-nilai dan aturan-aturan sosial baik nasional maupun global dapat
meningkatkan perilaku prososial remaja di SMP Cerdas Murni. Seperti yang
diketahui kegiatan pramuka adalah salah satu wadah pembelajaran moral pada
siswa.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa sebagian besar remaja memiliki rata-rata perilaku prososial yang tinggi. Tercatat 56, 4% remaja memiliki nilai perilaku prososial diatas rata-rata. Selaras dengan nilai perilaku prososial yang tinggi nilai perkembangan moral remaja juga tinggi, dapat dilihat dari rata-rata nilai perkembangan moral tercatat 134 atau sekitar 53% anak memiliki nilai diatas rata-rata. Hal ini berarti remaja sudah dapat dengan baik menginternalisasi nilai dan norma sosial yang ada. Keputusan baik dan buruk remaja tidak berpatok lagi kepada tindakan yang akan mempengaruhi mereka, melainkan kepada kebutuhan-kebutuhan orang lain dan pertimbangan hak-hak orang lain serta penerimaan lingkungan sehingga dorongan untuk melakukan tindkan prososial juga tinggi. Diperjelas lagi dengan hasil analisis determinasi dalam penelitian ini, diketahui perkembangan moral memiliki sumbangan efektif yang cukup besar dengan nilai koefisien determinasi r2 sebesar 0.675 yaitu berkisar 67,5% dan 32,5% nya dipengaruhi oleh variabel lain seperti faktor situasional seperti faktor kehadiran orang lain dan tekanan waktu. Keterbatasan yang dialami peneliti dalam proses penelitian ini adalah belum adanya standart penilaian norma yang baku pada skala perkembangan moral sehingga proses penilaiannya masih bersifat subjektif.
5.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dan analisis data dapat diketahui terdapat hubungan
positif dan signifikan antara perkembangan moral dengan perilaku prososial.
Adanya hubungan positif menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat perkembangan
moralnya maka akan semakin tinggi pula perilaku prososialnya, dan ketika
tingkat perkembangan moralnya rendah maka akan semakin rendah pula perilaku
prososialnya. Besarnya nilai hubungan yang diperoleh 62%, sedangkan 36%
dipengaruhi oleh variabel lain seperti faktor situasional dan kehadiran orang
lain.
5.2 Saran
Implikasi penelitian ini yaitu bagi remaja agar dapat menambah wawasan
agar dapat diterapkan dalam bersikap dan berperilaku. Dengan harapan dapat
membangun kesadaran untuk memperluas pergaulan dan menambah pengalaman
bersosial. Bagi akademisi diharapkan dapat memberi manfaat teoritis tentang
studi perkembangan moral dan perilaku prososial. Juga untuk peneliti selanjutnya
yang akan melakukan penelitian yang sama diharapkan mampu untuk menyempurnakan
dengan menggunakan variabel lain, atau dengan lebih menyempurnakan reliabilitas
dari skala perkembangan moral atau dengan mencari skala penalaran moral yang
sudah memilki norma baku. Eisenberg (1989), menjelaskan perilaku prososial
sering didefinisikan sebagai perilaku sukarela yang disengaja bermanfaat bagi
orang lain, hasil penelitiannya juga menunjukkan hubungan perilaku prososial
dan simpati atau nilai moral. Ia menemukan bahwa pengalaman simpati dan
prososial pada individu saat menyelesaikan konflik moral, berhubungan dengan
penalaran moral.
DAFTAR PUSTAKA
Ali Moh, Anshori Moh.
(2014). Psikologi remaja. Jakarta :
PT Bumi Aksara.
Baron,& Byrne. (2005).Psikologi sosial Jilid 2.Edisi
Indonesia.Jakarta : Erlangga.
Cambridge University Press. Cambridge.
Farid & Prawitasari, Y.E. (2011) Hubungan penalaran moral, kecerdasan emosi,
religiusitas, dan pola asuh orang tua
otoritatif dengan perilaku prososial remaja. Repository Universitas Gajah Mada.
Gunarsa & Gunarsa,Y.S.D. (1991). Psikologi Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia.
Kohlberg, Lawrence. (1995). Tahap-tahap perkembangan moral.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
LAMPIRAN
NO |
Pernyataan |
SS |
S |
TS |
STS |
|
|
|
|
|
|
1. |
Saya
berbagi ilmu pengetahuan dengan teman saya saat |
SS |
S |
TS |
STS |
|
berdiskusi dalam kelas. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Saya
berbagi buku pelajaran dengan teman sebangku saya. |
SS |
S |
TS |
STS |
|
|
|
|
|
|
3. |
Saya suka
berbagi makanan atau mentraktir teman saya ketika |
SS |
S |
TS |
STS |
|
memiliki uang yang lebih |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Saya akan membantu orang
tua atau anak kecil saat menyebrang |
SS |
S |
TS |
STS |
|
jalan |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Saat teman
saya bertanya soal tugas, saya akan menjawab tidak |
SS |
S |
TS |
STS |
|
tahu meskipun saya
mengetahuinya. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Saya tidak
akan meminjamkan buku catatan pelajaran saya |
SS |
S |
TS |
STS |
|
kepada siapapun. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Saya
menyembunyikan barang yang saya miliki agar tidak |
SS |
S |
TS |
STS |
|
dipinjam teman. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Ketika
melihat teman saya mendapatkan perilaku bullying
saya |
SS |
S |
TS |
STS |
|
akan menolongnya. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Saya
melihat kecelakaan, saya langsung menolong dan |
SS |
S |
TS |
STS |
|
membawanya kerumah sakit. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
10. |
Saya
menyumbangkan pakaian yang masih layak pakai untuk |
SS |
S |
TS |
STS |
|
diberikan pada panti
asuhan. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11. |
Ketika
melihat anak kecil kehilangan orang tuanya di dalam mall, |
SS |
S |
TS |
STS |
|
saya bersikap acuh. |
||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12. |
Saya tidak
akan ikut campur, atau membantu masalah yang |
SS |
S |
TS |
STS |
|
dialami teman saya. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
13. |
Saya
bersikap acuh tak acuh saat melihat kecelakaan. |
SS |
S |
TS |
STS |
|
|
|
|
|
|
14. |
Saya suka
berpartisipasi menjadi relawan ketika terjadi bencana |
SS |
S |
TS |
STS |
|
alam. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
15. |
Saya akan
menengok teman saya yang sakit. |
SS |
S |
TS |
STS |
|
|
|
|
|
|
16. |
Saat ada
tugas kelompok saya mendahulukan kepentingan |
SS |
S |
TS |
STS |
|
kelompok dari pada
kepentingan individu. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
17. |
Saya tidak
pernah menyumbangkan dana pribadi saya untuk bakti |
SS |
S |
TS |
STS |
|
sosial. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
18. |
Saya lebih
memilih pergi bersama teman-teman dari pada |
SS |
S |
TS |
STS |
|
mengikuti acara
penggalangan dana. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
19. |
Saya lebih
memilih membelanjakan semua uang pribadi saya |
SS |
S |
TS |
STS |
|
untuk barang-barang yang
saya sukai, dibanding menyisihkannya |
|
|
|
|
|
untuk kepada panti asuhan. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
20. |
Saya ikut
mengerjakan tugas kelompok bersama teman-teman. |
SS |
S |
TS |
STS |
|
|
|
|
|
|
21. |
Saya senang
bekerjasama dan mengikuti kegiatan kerjabakti di |
SS |
S |
TS |
STS |
|
|
|
|
|
|
|
|
Posting Komentar
0 Komentar
Mari Berdiskusi Tentang Topik Ini